Salah satu topik berita yang hingga kini masih hangat dalam dunia pendidikkan kita adalah adanya Sekolah Standar Nasional (SSN). Sejak tahun 2004 dan mulai tahun ini bertambah lagi jumlah sekolah (SMP) yang menjadi SSN, di kabupaten Brebes mulai tahun pelajaran 2008/2009 telah bertambah menjadi 9 (sembilann) unit SSN. Bahkan kini salah satunya telah meraih status sebagai RSBI (Rintisan sekolah Bertaraf Internasional). SSN yang ada di Brebes adalah :
(sekarang RSBI)
Upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan patut kita acungi jempol. Kebijakan yang diambil melalui berbagai tindakan nyata telah dapat kita saksikan dan rasakan. Mulai dari penerbitan payung hukum hingga peningkatan anggaran subsidi untuk pendidikan. Semua ini bermuara pada peningkatan mutu pendidikan nasional kita.
Mutu Pendidikan Prioritas Pembangunan
Salah satu kebijakan guna meningkatkan mutu ini direalisasikan dengan penetapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagaimana pada PP Nomor 19 Tahun 2005 sebagai barometer patokan suatu pendidikan yang bermutu. Hal ini sebagaimana yang termaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam amanat yang ditegaskan pada pasal 35 UU tersebut pemerintah memiliki tanggung jawab dalam menjaga mutu pendidikan. Tentu saja dalam hal ini dibutuhkan suatu contoh gambaran tentang SNP. Terkait hal ini maka pemerintah menunjuk beberapa sekolah yang telah memenuhi persyaratan sebagai contoh aplikasi SNP yang direalisasikan dengan adanya Sekolah Standar Nasional atau yang lazim disebut SSN khususnya pada jenjang SMP.
Prosedur penunjukkan SSN melalui suatu proses yang ketat dan selektif. Setelah melalui suatu penelitian terhadap sekolah yang telah memenuhi persyaratan umum seperti : perolehan nilai rata-rata ujian nasional atau sekolah yang menjadi piloting proyek MPMBS kemudian dilakukan verifikasi langsung untuk memastikan kondisi yang ada sesuai dengan profil sekolah. Selanjutnya sekolah yang telah lolos persyaratan umum mengajukan proposal dalam bentuk Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Langkah berikutnya penilaian terhadap RPS yang telah diajukan menentukan lolos dan tidaknya menjadi SSN. Apabila penilaian terhadap RPS ternyata telah memenuhi kriteria yang ditetapkan maka pemerintah menetapkan sekolah tersebut sebagai SSN.
Apa dan bagaimana SSN ?
Setelah sebuah sekolah ditetapkan sebagai SSN tentu menjadi suatu kebanggan tersendiri. Menyandang gelar SSN adalah kebanggaan bagi warga sekolah termasuk para stakeholder tentunya. Namun dibalik kebanggan tersebut ternyata masih sering berselimutkan berbagai tanya dan duga.
Tidak mengherankan bagi warga sekolah yang telah menyandang SSN seperti siswa bahkan guru di suatu sekolah tersebut masih bertanya apa itu SSN. Masalah ini tentu saja akan berdampak besar bagi proses pembelajaran di suatu SSN. Oleh karena itu diperlukan suatu ingatan bagi siapa saja terutama adalah yang telah menyandang gelar SSN, hal ini tentu penting agar kebanggaan yang dimiliki tidak menjadi kebanggaan semu. Sehingga signifikan antara kebanggaan dengan realita yang ada di sebuah SSN.
Bertolak dari pertanyaan tersebut dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan SSN adalah sekolah yang telah memenuhi SNP, yaitu sekolah yang telah dapat memenuhi layanan seperti yang dituntut dalam ketentuan Standar Pelayanan Minimum (SPM) sehingga diharapkan mampu memberikan layanan yang memenuhi standar dan menghasilkan lulusan dengan kompetensi yang memenuhi standar nasional. Karena itulah SSN berfungsi sebagai model bagi sekolah-sekolah yang ada dilingkungannya dalam penyelenggaraan sekolah yang sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan secara nasional (Depdiknas:2005).
Sebagai model maka ada satu tuntutan bahwa SSN harus segera berbenah diri karena ia akan jadi panutan sekolah-sekolah yang ada di lingkungannya. Karena itulah idealnya setiap kabupaten/kota hendaknya terdapat minimal satu SSN. Sehingga setiap kabupaten/kota memiliki satu sekolah mercusuar yang kemudian menjadi ikutan dalam penyelenggaraan sekolah yang mengacu pada SNP.
SSN Belum 100% Mapan
Dari pemahaman tentang SSN maka sangat mungkin di satu kabupaten terdapat lebih dari satu sekolah yang memenuhi kriteria sebagai SSN. Sebaliknya dapat terjadi di suatu kabupaten/kota tidak ada sekolah yang memenuhi kriteria sebagai SSN. Padahal sebagai rintisan idealnya setiap kabupaten/kota memiliki satu SSN. Dari kemungkinan-kemungkinan ini pemerintah mengambil prinsip kebijakan yang kedua, yaitu walaupun belum memenuhi standar yang ditetapkan SPM , sekolah dapat ditetapkan SSN jika telah memenuh sebagian besar SPM dan diyakini akan segera dapat mencapai standar yang ditetapkan SPM. Dengan kebijakan ini diharapkan setiap kabupaten/kota akan memiliki setidaknya satu SSN (Depdiknas:2005).
Bertolak dari hal ini maka suatu sekolah yang telah menyandang gelar SSN belum tentu sudah perfect dalam memenuhi SPM. Sehingga pembenahan dan pembedahan disana-sini harus segera dilakukan guna melengkapi kriteria yang dituntut SPM meliputi 3 (tiga) komponen. Pertama, komponen input seperti : tenaga kependidikan, kesiswaan, sarana dan pembiayaan. Kedua, komponen proses meliputi kurikulum dan bahan ajar, proses belajar mengajar dan penilaian, dan aspek manajemen dan kepemimpinan. Ketiga, komponen output seperti : prestasi belajar siswa, prestasi guru dan kepala sekolah, dan prestasi sekolah.
Bahkan di masa kini sekolah yang telah berstatus SSN tersebut adalah sekolah yang telah memenuhi atau setidaknya mendekati untuk memenuhi SNP sebagaimana tertuang dalam PP Nomor : 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam PP tersebut setiap sekolah yang dinyatakan baika dalah yang telah memenuhi SNP yang meliputi :
Marilah kebanggaan kita bergelar SSN jangan sampai melenakan kita kepada suatu hal yang bisa berujung euphoria belaka sehingga melupakan tuntutan yang membentang di hadapan kita sebagai sekolah yang harus menjadi panutan. Selamat berjuang SSN.