PENDEKATAN EXPERTISE DALAM BANTUAN TEKNIS DI DAERAH
oleh : Erry Otomo, Ph.D.
Pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, para pengambil kebijakan di daerah dan para pendidik selama ini telah berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada setiap satuan pendidikan untuk menghasilkan lulusan (school leavers) seperti diamanatkan dalam UUD 1945, yaitu manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, terampil, dan berahlak mulia. Euphoria desentralisasi pendidikan di Indonesia sejak tahun 2000 masih belum menunjukkan hasil optimal, seperti yang dijelaskan dalam studi otonomi sekolah di Indonesia bahwa “… teachers and administrators are currently enjoying a degree of autonomy previously denied them, but the impact of the school reform has yet to produce any meaningful changes in terms of the quality of education” (Bjork, 2001; Yeom, Acedo, & Utomo, 2002).
Usaha perbaikan kualitas pendidikan ini terwujud sejak dikeluarkannya Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tertanggal 13 Pebruari 2007 tentang pembentukan Tim Pengembangan Kurikulum (TPK) yang ditujukan pada semua unit utama di lingkungan Depdiknas, semua gubernur, dan semua Bupati/Walikota bahwa semua sekolah diharapkan paling lambat pada tahun ajaran 2009-10 harus sudah menetapkan dan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan perwujudan pelaksanaan Permendiknas (No. 24/2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No.22/2006 tentang Standar Isi satuan pendidikan dasar dan menengah dan Permendiknas No.23/2006 tentang Standar Kemampuan Lulusan). Pembentukan tim sosialisasi KTSP yang dilakukan baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota tidak semata-mata karena keterbatasan Pusat Kurikulum dalam memberikan bantuan profesional melalui pendampingan (mentoring) kepada guru di seluruh provinsi pada ± 461 kab/kota, namun pembentukan didasarkan pada pentingnya pembentukan “build –in curriculum mechanism” melalui membuat task force di daerah sebagai Think-tank pada setiap level dimulai dari tingkat sekolah, kab/kota, provinsi sampai pada tingkat pusat. Pembentukan Tim Sosialiasi KTSP yang selanjutnya menjadi Tim Pengembang Kurikulum bertugas tidak saja mensosialisasikan Permendiknas No. 22 & 23/2006 kepada sekolah-sekolah lainnya, namun juga melakukan pendampingan kepada guru di satuan pendidikan, melakukan supervisi klinis, dan pemantauan serta penilaian pelaksanaan kurikulum di sekolah untuk perbaikan di masa mendatang.
Kajian topik ini secara umum memberikan wawasan bahwa pembaharuan drastis yang menuntut sekolah melakukan pengembangan kurikulum tidak semata-mata yang menurut Fullan (1993, 1999) melakukan ”restructuring” tetapi yang lebih penting ialah ”reculturing” terhadap perubahan ”beliefs & habits” guru (Fullan, 2001). Secara khusus yaitu menyajikan pendekatan profesional (professional approach) terhadap kemampuan expertise guru/pengawas dan unsur lainnya yang terlibat dalam TPK. Professional development perlu mempertimbangkan penguasaan materi pelajaran bagi guru terutama dalam pengembangan perangkat kurikulum, karena kurikulum secara hakikatnya disusun secara sistematis, hirarkis berdasarkan falsafah keilmuaan masing-masing bidang kajian. Standar nasional isi yang minimal harus dicapai peserta didik dari Sabang--Merauke merupakan standar “excellence, accountability” yang tentunya harus dipenuhi oleh sekolah. Tuntutan standar isi yang harus dikuasai oleh peserta didik ini menurut Apple (2001) sebagai “official knowledge” (Apple, 2001. Educating the “Right’ Way). Selanjutnya, bagaimana kita dapat meningkatkan bantuan profesional ini melalui pendekatan expertise ini?
Kita menyadari bahwa kajian kurikulum merupakan inti dari pendidikan seperti diungkapkan oleh Eisner (1984)”the field of curriculum…resides at the very core of education” (dalam Pinar dkk, 1996). Peningkatan kualitas pendidikan memerlukan perubahan mendasar secara fundamental terutama mengenai apa yang siswa pelajari dan bagaimana mereka belajar. Bila siswa diharapkan mencapai standar isi nasional sebagai minimum learning acquired pada setiap satuan pendidikan, guru perlu membantu siswa mencapai standar yang telah ditetapkan. Guru merupakan titik sentral dalam pembaharuan pendidikan dimana mereka harus memenuhi kualitas standar pendidikan untuk anak didiknya. Seperti di ungkapkan Cuban (1990) “Teachers are necessarily at the center of reform, for they must carry out the demands of high standards in the classroom.” Oleh karena itu, keberhasilan pembahuan pendidikan (educational reform) sebagian besar dipengaruhi oleh peran guru yang efektif dan berkualifikasi pendidikan tinggi sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan. Bertitiktolak dari alasan tersebut dan kajian beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengembangan profesi guru (teacher professional development) merupakan sentra utama dalam sistem pembaruan pendidikan (Corcoran, 1995; Corcoran, Shields, & Zucker, 1998). Untuk melaksanakan apa yang dituntut dalam pembaharua pendidikan, guru harus terlibat dalam pengembangan mata pelajaran yang diajarkan dan memiliki kemampuan (ability) baik dalam menyampaikan pengetahuan dasar (basic knowledge) maupun mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi (advanced thinking) dan kemampuan pemecahan masalah (problem solving-skills) kepada peserta didiknya (Loucks-Horsley, Hewson, Love, & Stiles, 1998; National Commission on Teaching & America’s Future, 1996). Hal pokok dalam elemen pembaharuan pendidikan, seperti pencapaian standar, pengembangan kurikulum, dan pendekatan baru penilaian yang disesuaikan dengan standar, ini semua berkorelasi signifikan pada tuntutan baru pada performansi guru kelas (teachers’ classroom behaviors) dan performasi peserta didik (student performance) (Baybee, 1993; National Council of Teachers of Mathematics, 1991; National Research Council, 1996; Webb & Romberg, 1994). Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa guru belum sepenuhnya memenuhi kualifikasi sesuai dengan tuntutan standar seperti yang diuraikan dalam standar kemampuan dan standar isi yang ditetapkan secara nasional.
Pelaksanaan bantuan profesional (professional development) kepada Tim Pengembangan Kurikulum di daerah selama ini adalah meningkatkan kualitas guru dan tenaga edukatif lainnya baik dalam pengembangan kurikulum di tingkat satuan pendidikan maupun pelaksanakannya di tingkat kelas. Kajian penelitian di negara lain menunjukkan bahwa tuntutan guru mengajar harus mengacu standar nasional, namun guru masih belum dipersiapkan untukbagaimana mengajar sesuai dengan kualifikasinya “However, although teachers generally support high standards for teaching and learning, many teachers are not prepared to implement teaching practices based on high standards (Cohen, 1990; Elmore & Burney, 1996; Elmore, Peterson, & McCartney, 1996; Grant, Peterson, & Shojgreen-Downer, 1996; Sizer, 1992). Selanjutnya, pengembangan profesional (professional development) merupakan topic kajian penelitian yang selalu berkembang selama hampir sepuluh tahun ini berkaitan dengan aspek pembelajaran guru (teacher learning) dan perubahan guru (teacher change). Namun demikian, penelitian yang berkaitan dengan pengembangan profesional yang bermutu tinggi (high-quality professional development) masih sangat terbatas. Beberapa studi yang relevan menyarankan bahwa pengalaman dalam pembinaan profesional sangat bermanfaat terutama terhadap pengaruh positif cara guru mengajar dalam kelas dan kemampuan siswa (Bybee, 1993). Untuk itu, perlu kita cermati hasil studi terutama manfaatnya dalam upaya kita untuk lebih memantapkan program pemberdayaan TPK di daerah melalui pengembangan profesional. Salah satu hasil studi yang melibatkan 1027 guru Matematika dan IPA serbagai nasional probabilitas sampel menyajikan informasi empirik tentang pengaruh pembinaan profesional pada guru (American Educational Research Journal, Winter 2001, Vol. 38, No. 4, hal. 915-945). Studi menunjukkan tiga gambaran aktivitas pembinaan profesional yang sangat signifikan dengan efek positif guru berkaitan dengan pengetahuan, kemampuan, dan perubahan dalam pembelajaran di kelas, yaitu: (a)pengetahuan tentang materi pelajaran; (b)belajar aktif (active learning), dan (c)konsistensi dengan kegiatan pembelajaran lain. Selanjutnya, studi menyarankan bahwa pembinaan profesional perlu mempertimbangkan hal-hal seperti:(a)bentuk aktivitas pembinaan, antara lain: workshop, studi kelompok; (b)partisipasi kelompok guru lebih efektif apabila guru yang terlibat dalam pembinaan tersebut berasal dari sekolah, tingkatan kelas dan atau mata pelajaran yang relatif sama; dan (c)lamanya pembinaan yang dilakukan. Beberapa hal menarik dari studi tersebut dapat diuraikan berikut. Pertama, “best practice” pembinaan profesional dilakukan secara berkelanjutan dan intensif yang dapat memberikan manfaat bagi guru dibandingkan pembinaan secara singkat. Oleh karena itu disarankan agar pembinaan profesional perlu memfokuskan pada pemahaman materi pelajaran dan memberikan kesempatan guru untuk melakukan hands-on work dan pengalaman ini harus diintegrasikan secara konsisten pada kenyataan keseharian di sekolah/kelas. Hal ini secara langsung menghasilkan pengetahuan dan pengalaman langsung bagi guru yang sangat bermakna (Journal for Research in Mathematics Education, 27(4), hal. 403-434). Kedua, implikasi studi juga menjelaskan pentingnya pemahaman terhadap materi pelajaran dan partisipasi kolektif dan kesatuan aktivitas pembinaan profesional yang berarti bahwa aktivitas/kegiatan dalam upaya pembaharuan (reform efforts) dalam bentuk peningkatan komunikasi profesional (professional communication) antarguru sangat mendukung perubahan, seperti dalam cara mengajar guru.
Mencermati hasil kajian studi tersebut di atas memberikan pengalaman empirik yang selanjutnya dapat kita refleksikan dalam pelaksanaan pembinaan bantuan teknis yang kita lakukan selama ini. Pemahaman guru terhadap materi pelajaran sangat signifikan dengan kemampuan mereka terutama dalam pengembangan dokumen kurikulum termasuk didalamnya silabus dan perangkat kurikulum lainnya. Pemahaman materi pelajaran yang oleh Schulman (1987) disebut sebagai “pedagogical content knowledge” perlu dikuasai dengan baik sesuai kaidah keilmuan dan benar dipergunakan dalam praktek kehidupan. Selanjutnya, penyajian materi kepada peserta didik perlu dikemas sedemikian rupa sesuai dengan metodologi pembelajaran yang sesuai dengan memperhatikan bagaimana seharusnya siswa belajar (ways students learn), seperti: konsepsi awal siswa terhadap materi pelajaran (common student preconceptions), kesalahan konsep (misconceptions), dan strategi pemecahan masalah untuk mata pelajaran tertentu. Pentingnya hal tersebut didukung pula dari pendapat beberapa ahli yang menyebutkan bahwa pengembangan profesional memerlukan fokus ganda, yaitu pengetahuan isi materi pelajaran (knowledge of subject matter content) dan pemahaman tentang bagaimana cara siswa memahami spesfik materi pelajaran “…knowledge of the subject to select tasks that encourage students to wrestle with key ideas and knowledge of students’ thinking to select tasks that link with students’ experience and for which students can see the relevance of the ideas and skills they already posses.” (Hiebert, dkk, 1996. hal. 16). Selain kemampuan tersebut, pembinaan profesional juga perlu memberikan kesempatan pada guru/TPK untuk melakukan kegiatan dalam bentuk pengembangan profesional (professional development activity), seperti keterlibatan dalam diskusi bermakna (meaningful discussion), melakukan perencanaan pembelajaran, dan praktek (baik dalam bentuk pengamatan cara mengajar guru yang berpengalaman maupun melakukan pratek pembelajaran di kelas), merencanakan materi pembelajaran, dan melakukan kajian penggunaan metode baru pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang disusun, serta melakukan kajian hasil kerja/karya siswa yang dapat digunakan sebagai bahan umpan-balik perbaikan kurikulum pada umumnya khususnya penyempurnaan cara pembelajaran. Pendekatan expertise dalam pembinaan TimPengembang Kurikulum di daerah ini memberikan pembelajaran bagi kita semua terutama dalam meningkatkan profesionalitas melalui professional development bantuan teknis. Hal ini memiliki konsekuensi logis terutama bagi Pusat Kurikulum di tingkat pusat untuk dapat lebih mempersiapkan baik materi/bahan kajian yang sesuai dengan kebutuhan konkrit di tingkat sekolah maupun penyiapan sumber daya manusianya. Sehingga harapan pembentukan tenaga profesional di tingkat daerah dan juga di tingkat sekolah dalam wadah built-in curriculum mechanism dapat memberikan bantuan profesional bagi guru lain pada setiap satuan pendidikan sehingga dapat diwujudkan kemajuan peserta didik seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 dan dapat berkompetisi secara global dan berahlak mulia. (EU-032709)