Sertifikasi Guru Tanpa Penilaian Portofolio


* Untuk Magister dan Doktor

SEMARANG-Pelaksanaan sertifikasi untuk tahun 2009 memberikan kemudaahan bagi guru yang berkualifikasi akademik magister (S2) atau doktor (S3) dari perguruan tinggi treakreditasi.

Mereka akan diberi sertifikasi secara langsung, dimana penilaian portofolio tak lagi dilaksanakan. ”Hanya akan dilakukan verifikasi data saja,” kata Sekretaris PGRI Kota Semarang, Drs Ngasbun Egart MPd, di kampus IKIP PGRI, Jumat (17/4).

Selain persyaratan tersebut, mereka juga harus memiliki pangkat golongan IVB atau memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV B. Sertifikasi secara langsung juga akan diberikan kepada guru yang memiliki pangkat golongan IVc atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IVC.

”Lalu bagaimana dengan yang diluar kualifikasi itu? Mereka yang tidak memenuhi persyaratan itu harus melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio,” ungkap Dekan FBS IKIP PGRI tersebut.

Bagi yang mengikuti sertifikasi melalui uji kompetensi, kata Ngasbun, harus memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau Diploma (DIV) dari program studi yang memiliki izin penyelenggaraan.
Bisa Ikut
Meski belum S1, sejumlah guru tetap bisa mengikutinya, asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Usia mereka harus sudah mencapai 50 tahun. Pengalaman kerja yang dimiliki sebagai guru minimal 20 tahun. Guru tersebut mempunyai golongan IVA atau memenuhi angka kredit kumulatif setara.

”Untuk guru non-PNS harus memiliki SK guru tetap dari penyelenggara pendidikan dan usianya belum memasuki 60 tahun. Selain itu mempunyai atau dalam proses pengajuan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK),” katanya.

Pada pelaksanaan Sertifikasi Dalam Jabatan 2009 ini, Dinas Pendidikan Kota Semarang mendapat kuota 1.471 guru. Mereka terdiri atas 35 guru TK, 493 SD, 377 SMP, 320 SMA, 229 SMK dan 7 SLB.

Para pesertanya adalah guru yang masih aktif mengajar di bawah Depdiknas. Sedangkan untuk guru agama dan semua yang mengajar di Madrasah pelaksanaannya diselenggarakan oleh Depag. Untuk guru agama, termasuk mereka yang memiliki NIP 13 dan bidang studi umum ber-NIP 13 bagi semua guru yang mengajar di madrasah. (H31-18)
© 2008 suaramerdeka.com. All rights reserved

Blog Terkeren Di Indonesia


Ingin tahu banyak tentang blog atau download aneka macam widget dan segala urusan blog silahkan kunjungi http://www.topseratus.com
. Di sini anda dapat belajar membuat blog, mendesain blog, membuat banner, serba serbi menyangkut blog. Di sini juga jawara blog Indonesia diperingkat. Jadi kunjungi http://www.topseratus.com/. Di sini pula kita dapat temukan berbagai software serta mendownloadnya.

Belajar PHP, Lebih dalam dengan operasi string bag.1


Operasi string begitu penting dalam dunia per-php-an. Kenapa begitu penting ? Karena melakukan pekerjaan dengan php, baik itu membangun suatu sistem informasi, membuat fasilitas searching di web, dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan web development tak lepas dari operasi string.

Begitu banyak fungsi operasi string yang ada, dan banyak pula fungsi string yang sering digunakan, sehingga penulis perlu membaginya menjadi beberapa artikel mengenai operasi string ini. Untuk artikel bagian pertama penulis akan menjelaskan 2 fungsi yang memiliki tugas tambahan selain dari mencari string. Antara lain :

  • substr()
  • strstr()

Substr(), memiliki fungsi untuk mengambil satu, atau banyak karakter dari suatu variable. Implementasinya seperti mengambil karakter yang dihasilkan dari fungsi DATE() –nya mysql. Contoh penggunaannya adalah sebagai berikut :

<?php
$tanggal = '012409';

$bulan = substr($date, 0, 2);
$hari = substr($date, 2, 2);
$tahun = substr($date, -2);

echo "$hari/$bulan/$tahun";
?>

Hasilnya adalah :
24/01/09

Penjelasannya adalah sebagai berikut :

$bulan = substr($date, 0, 2);
Ambil 2 karakter dari digit terdepan, hasilnya adalah 01

$hari = substr($date, 2, 2);
Ambil 2 karakter dari digit ke 3. Karena string  memiliki urutan awal 0, maka angka 2 pada variable $tanggal memiliki posisi di urutan ke 2. Hasilnya adalah 24.

Untuk membuktikannya :
<?php
$tanggal = '012409';
echo $tanggal[2];
?>

hasilnya adalah :
2

Dan yang terakhir adalah
$tahun = substr($date, -2);
Ini berarti ambil 2  karakter dari belakang. Hasilnya adalah 09.


Strstr(),  fungsi ini digunakan untuk mengembalikan semua string dibelakang string yang dicari. Misalnya ada sebuah kalimat :
"Ketampanan abadi terpancar dari Kegantengan sejati . --Al-k",
karakter yang dicari adalah "--",
maka hasil dari fungsi strstr() adalah "--Al-k"

Contoh penggunaanya :

<?php
$kalimat= "Ketampanan abadi terpancar dari Kegantengan sejati . --Al-k";
$tanda = '--';
$yangdicari = strstr ($kalimat, $tanda);
echo $yangdicari;
?>

Hasilnya adalah :
--Al-k

Implementasi penggunaan strstr() contohnya seperti ini :
<?php
$kalimat= "Ketampanan abadi terpancar dari Kegantengan sejati . --Al-k";
$tanda = '--';

if ($yangdicari = strstr ($kalimat, $tanda)) {
   echo 'Ungkapan yang keren tadi di buat oleh '."'". substr ($yangdicari , strlen ($tanda))."'";
} else {
   echo "Nggak ada ungkapan tuhh !!";
}
?>

Penjelasannya adalah sebagai berikut :

if ($yangdicari = strstr ($kalimat, $tanda)) {
jika karakter yang di cari dalam hal ini $tanda ada pada  string $kalimat, maka kembalikan string yang berada di belakang tersebut kedalam variable $yangdicari.

echo 'Ungkapan yang keren tadi di buat oleh '."'". substr ($yangdicari , strlen ($tanda))."'";

bagian intinya adalah substr ($yangdicari , strlen ($tanda))

Jika di ubah kedalam nilai sebenarnya adalah
substr ("--Al-k" , 2 )

tampilkan string yang dicari tersebut dengan melewatkan tanda --.

Hasilnya adalah :
Al-k

Sehingga hasil keutuhan dari script

<?php
$kalimat= "Ketampanan abadi terpancar dari Kegantengan sejati . --Al-k";
$tanda = '--';

if ($yangdicari = strstr ($kalimat, $tanda)) {
   echo 'Ungkapan yang keren tadi di buat oleh '."'". substr ($yangdicari , strlen ($tanda))."'";
} else {
   echo "Nggak ada ungkapan tuhh !!";
}
?>

Adalah :

Ungkapan mantap tadi di buat oleh 'Al-k'

Cukup mudah ya ? Cukup narsis juga ! :D

Artikel Lebih dalam dengan operasi string bagian pertama saya cukupkan sampai disini. Untuk bagian ke 2 dan terakhir akan penulis jelaskan di belajar php berikutnya.

Greetz : b_scorpio, abuzahra, peterpanz, kandar, phii_, syahrilrohman, ivan, dr.emi, safril, najwa, Lapak-online Team!


Sumber dari situs Ilmu Website dalam kategori php kuliah dengan judul Lebih dalam dengan operasi string bag.1


Hari Ini, 504.315 Siswa SLTP UN

SEMARANG - Hari ini, 504.315 siswa sekolah menengah lanjutan pertama (SLTP) se-Jawa Tengah mengikuti ujian nasional (UN). Mereka terdiari atas 382.714 siswa SMP, 114.308 pelajar MTs, 180 murid SMPLB, dan 7.113 siswa SMP terbuka.


Ujian akan diadakan empat hari, sampai 30 April. Setiap hari siswa hanya mengerjakan ujian satu pelajaran. Pada hari pertama ujian bahasa Indonesia, kedua bahasa Inggris, ketiga matematika, dan keempat IPA.

Ketua Panitia UN Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah Nurhadi Amiyanto, saat jumpa pers belum lama ini di Kantor Dinas Pendidikan Jalan Pemuda, menyatakan ujian susulan bagi siswa yang sakit akan diadakan pada 4-7 Mei.

”Pengumuman kelulusan SMA/MA/SMALB/SMK pada minggu II Juni, sedangkan SMP/MTs/SMPLB/SMPT minggu III Juni,” katanya.

Lembar jawaban, kata dia, diserahkan ke panitia provinsi dan selanjutnya dipindai dua perusahaan yang memenangi lelang. ”Jawa Tengah selatan oleh Wahana Komputer, sedangkan utara oleh Data Internasional.”

Selanjutnya lembar jawab dikirim ke Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk scoring.

”Lembar jawaban akan dikembalikan ke panitia provinsi untuk pencetakan data kolektif hasil ujian nasional dan surat keterangan hasil ujian nasional.”

Dia menuturkan pemantauan ujian SMP/MTs/SMPLB, SMALB, dan SMK dilakukan penyelenggara pusat, provinsi, kabupaten/kota, sekolah, dan perguruan tinggi sebagai tim pemantau independen (TPI). ”TPI dibentuk BSNP dengan anggota akademisi, widyaiswara, anggota profesi pendidikan nonguru, dan mahasiswa.” (H11-53)
Sumber : suara merdeka 27/04/2009

Perlindungan Profesi Bagi Guru

Perlindungan hukum bagi guru merupakan bagian integraldari upaya untuk memenuhi hak-hak guru, sesuai dengan amanat pasal 14 UU Guru danDosen, yaitu:


1. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan minimum dan jaminan kesejahteraan sosial
2. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja
3. Memperoleh perlindungan dalam melalksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual
4. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi pembelajaranuntuk memperlancar tugas keprofesionalan
5. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana
6. Memiliki kebebasan dalam mernberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan dan/atau sanksi kepada peserta didik
7. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas
8. Memiliki kebebasan berserikat dolorn organisasi profesi
9. Memiliki kesempatan dalam berperan dalam menentukan kebijakan pendidikan
10. Memperoleh kesempatan untuk menge:mbangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik/kompetensi
11. Memperoleh pelatihan dan penqernbonqcn profesi dalam bidangnya

Beberapa kenyataan yang dihadapi guru, sebagai bukti bahwa mereka belum sepenuhnya memperoleh perlindungan profesi yang wajar:

1. Penugasan guru yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya.
2. Pengangkatan guru, khususnya guru bukan PNS untuksebagian besar belum didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerjabersama.
3. Pembinaan dan pengembangan profesi serta pembinaandan pengembangan karir guru yang belum sepenuhnya terjamin.
4. Adanya pembatasan dan penyumbatan atas aspirasi guruuntuk memperjuangkan kemajuan pendidikan secara akademik dan profesional.
5. Pembayaran gaji atau honorariurn guru yang tidakwajar.
6. Arogansi oknum pemerintahan, masyarakat, orang tua,dan siswa terhadap guru.
7. Mutasi guru secara tidak adil dan atau sermena-mena.
8. Pengenaan tindakan disiplin terhadap guru karenaberbeda pandangan dengan kepala sekolahnya.
9. Guru yang menjadi korban karena bertugas di wilayahkonflik atau di tempat (sekolah) yang rusak.

Berdasarkan permasalahan guru yang terjadi, Direktorat Profesi Pendidik bekerjasama dengan LKBH-PGRI Pusat dan CabangLKBH-PGRI melakukan beberapa upaya untuk keperluan sosialisasi, konsultasi,advokasi, mediasi, dan/atau bantuan hukum kepada guru.

Harapannyadengan adanya Subsidi Perlindungan Hukum bagi Guru/Blockgrant untuk LKBH PGRI.

1. Bertindak aktif memberikan perlindungan hukum bagiguru, baik diminta maupun tidak diminta.
2. Melaksanakan tugas perlindunqan hukum sesuai denganakad kerjasama.
3. Menyebarluaskan informasi dalarn rangka meningkatkankesadaran atas hak dan kewolibon guru.
4. Memberi nasihat kepada guru yamg membutuhkan.
5. Bekerjasama dengan instansi terkait dalam upayamewujudkan perlindungan guru.
6. Membantu guru dalam memperjuangkan haknya termasukmenerima keluhan atau pengaduan guru.

PENGHARGAAN GURU AKHIR MASA BAKTI TAHUN 2008

Pembangunan nasionaldalam bidang pendidikan dimaksudkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa danmeningkatkan kualitas manusia indonesia

Guru merupakan salah satusumberdaya utama dalam rangka mencapai tujuan pembangunan pendidikan, harus diberi penghargaan secara layak sejalandengan besarnya peran mereka dalam kerangka pembangunan nasional di bidangpendidikan.

Maslahat tambahanmerupakan tambahan kesejahteraan dalam bentuk:

1. Tunjangan pendidikan,
2. Asuransi pendidikan,
3. Beasiswa,
4. Penghargaan bagi guru,serta
5. Kemudahan untukmemperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, ataubentuk kesejahteraan lain



Pemberian penghargaanbagi guru menjelang akhir masa bakti ditetapkan dengan prinsip penghargaan atasdasar prestasi

Penghargaan kepada gurumenjelang akhir masa bakti adalah suatu bentuk penghargaan pemerintah dalambentuk pemberian uang yang pembayarannya dilakukan satu kali dan bersumber dariapbn yang dialokasikan melalui dana dekonsentrasi

Pemberian penghargaanbagi guru menjelang akhir masa bakti ditetapkan dengan prinsip penghargaan atasdasar prestasi

PENGHARGAAN GURU AKHIR MASA BAKTI TAHUN 2008

1. Memberikan penghargaan kepada guru-guru akhir masa bakti, sesuai denganpengabdian mereka pada dunia pendidikan.
2. Mengimplementasikan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, khususnyamengenai maslahat tambahan.
3. Mendorong guru-guru senior untuk tetap konsisten dan komitmen pada tugashingga menjelang akhir masa bakti.
4. Meningkatkan citra,harkat, martabat, rasa hormat, dan kebanggaan kepada penyandang profesi guru.



Kriteria Penerima:

1. Berstatus sebagai guru PNS dan guru bukan PNS,
2. Umur 59 tahun pada tahun 2008.
3. Guru PNS yang pensiun tahun 2007 dan 2008, serta guru bukan PNS yang berusia 60 tahun pada tahun 2007 dan2008.
4. Belummemperoleh penghargaan akhir masa baktipada Tahun Anggaran 2006 dan 2007.
5. Memiliki Nomor Unik Pendidik dan TenagaKependidikan (NUPTK) Depdiknas.
6. Khusus Guru bukan PNS:
1. Guru tetap yayasan.
2. Masa kerja terus-menerus atau kumulatif sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun.
3. Mengajar minimal 24 jam per minggu.
7. Tidak pernah menerimahukuman disiplin kategori sedang dan berat.
8. Tidak pernah dijatuhihukuman pidana yang telah memiliki kekuatan hukum tetap



Sumber dana: APBN Tahun 2008 Direktorat JenderalPeningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang dialokasikan melaluidana dekonsentrasi.

Besar dana: Rp. 1.500.000.- (satu juta lima ratus ribu rupiah).

UNSUR TERLIBAT:

1. Direktorat ProfesiPendidik,
2. Dinas PendidikanProvinsi,
3. Dinas PendidikanKabupaten/Kota,
4. Lembaga Penjaminan MutuPendidikan (LPMP), dan
5. Mitra kerja penyalur dana
Sumber : ditpropen.net

Sekolah Gratis Bukan Tanpa Biaya

Tiap penerimaan murid atau peserta didik baru pada awal tahun pelajaran selalu memunculkan persoalan yang terkait dengan pungutan dan jalur khusus, terutama di tingkat SLTP dan SLTA. Tahun lalu, pungutan bagi murid baru yang dikemas sebagai sumbangan pada tingkat SLTP saja mencapai jumlah jutaan rupiah.
Apalagi yang termasuk sekolah favorit. Nilai sumbangan tersebut bahkan disalahartikan oleh sebagian orang tua calon murid sebagai penentu diterima atau tidak. Hal itu menimbulkan cap jelek, yakni komersialisasi pendidikan. Artinya, hanya anak orang berduit yang berhak memperoleh pendidikan bermutu.
Selain sumbangan, jalur khusus yang diberlakukan secara kurang transparan kian menjauhkan sekolah dari nilai-nilai pendidikan yang bermuara pada keluhuran budi dan intelektualitas. Dalam praktik, jalur tersebut memberi kesempatan kepada anak-anak yang kecerdasannya biasa-biasa saja tetapi orang tuanya mampu secara materi. Ada pula jalur khusus berupa bina lingkungan, atau dikenal dengan istilah "bilung", yaitu menyediakan kursi bagi anak-anak guru di sekolah bersangkutan. Apa pun tujuannya, praktik-praktik tersebut akan mengurangi peluang calon murid lainnya yang sebenarnya memenuhi standar kemampuan.

Bercermin dari kejadian pada tahun lalu yang diwarnai kekacauan dan protes, tahun ini segala pungutan dan jalur khusus di Kota Semarang dihapuskan. Kebijakan tersebut pantas disambut gembira sebagai upaya meluruskan dan menempatkan fungsi pendidikan pada posisi sesungguhnya. Pungutan yang dibalut dengan nama sumbangan cenderung menjadi bola liar. Jika tidak segera dikendalikan, akan merugikan dunia pendidikan dan masyarakat. Sangat dimungkinkan situasi demikian dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan pribadi dengan berkedok institusi pendidikan tempat mereka berkiprah.
Masalahnya, sekolah akan sulit berkembang dan maju kalau hanya mengandalkan bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya. Dana-dana tersebut sangatlah terbatas, dan rata-rata hanya bisa memenuhi kebutuhan standar baik berupa sarana dan prasarana fisik maupun yang lain. Berarti, kalau hanya mengandalkan anggaran itu, sekolah tidak memiliki cukup keleluasaan bergerak. Misalnya tidak mampu menyediakan laboratorium yang memadai, gedung yang layak, serta kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang bermanfaat untuk menggali dan mengembangkan potensi-potensi peserta didik.

Kesimpulannya, sekolah-sekolah masih membutuhkan sumbangan supaya bisa menyediakan sarana dan prasarana yang layak bagi muird-muridnya. Syukur-syukur tidak sekadar layak, tetapi yang terbaik. Sumbangan tersebut bersifat tidak mengikat baik jumlah maupun waktu. Jadi harus dibedakan dari pungutan yang jelas-jelas telah dilarang. Sumber sumbangan itu bisa dari orang tua atau wali murid, bisa pula dari kalangan luar sekolah, misalnya swasta. Ada pula beberapa sekolah, khususnya swasta yang merintis kerja sama dengan yayasan atau sekolah di luar negeri. Langkah seperti itu dapat ditiru oleh sekolah negeri.

Betul pernyataan Wali Kota Semarang Mahfudz Ali bahwa sekolah gratis bukan tanpa biaya. Pembebasan biaya berlaku atas komponen-komponen tertentu, contohnya uang gedung dan penyelenggaraan pendidikan. Tetapi kalau menyangkut ekstrakurikuler dan item pengembangan lain, tetap ada biayanya. Untuk itulah dibutuhkan sumbangan, baik dari orang tua murid maupun pihak luar. Penting dikeluarkan ketentuan yang mengatur sumbangan agar tidak menjadi bola liar. Misalnya berapa batasan nilainya, pihak-pihak atau lembaga mana saja yang boleh menyumbang, transparansi penggunaan, pelaporan, dan sebagainya.
Sumber : suaramerdeka.com

Agar Pungutan Sekolah Tak Ada Lagi

Kekurangan dana BOS bisa ditutup dari bantuan pemerintah maupun dari sumbangan masyarakat.

Pemerintah selama ini berusaha meneguhkan komitmen untuk menuntaskan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) Sembilan Tahun. Salah satu komponen utamanya melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun, belum semua sekolah memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan pendidikan gratis bagi siswa miskin.

Meski sudah ada BOS, masih ada siswa yang tetap dihantam berbagai pungutan pendidikan. Modusnya, pungutan itu bersifat sukarela dan tidak dipaksakan. Bahkan sebagian besar kepala sekolah memanfaatkan keberadaan komite sekolah untuk melegalkan pungutan tersebut.

‘’Memang masih ada sekolahsekolah yang mengatur pertemuan komite sekolah untuk membahas pungutan. Seolaholah hasil keputusan komite sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah,’‘ tutur Didik Suhardi, Direktur Pendidikan SMP Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Didik Suhardi, belum lama ini.

Padahal, kata Didik, dengan adanya BOS seharusnya sekolah tidak lagi melakukan pungutan pendidikan kepada siswa. Sebab hampir semua komponen yang dibutuhkan sudah bisa ditutupi dengan dana BOS yang ada, termasuk bantuan pendamping dari pemerintah daerah setempat.

Didik tentu tak sedang mengada-ada. Namun ada alasan meng apa pungutan kadang masih dilakukan. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Baidowi melalui Manajer Program BOS Sugiarto mengungkapkan, bagi sekolah, terutama SMP swasta di wilayahnya, sering kali dana BOS yang diberikan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan operasional sekolah. ‘’Padahal pemasukan dari siswa terbatas atau bahkan tidak ada,’‘ ujarnya.

Sugiarto mengatakan, siswa di SMP swasta memang sangat sedikit sehingga mereka tetap berusaha menarik pu ngut an melalui komite sekolah. Jumlah SMP swasta di kabupaten Kediri, lanjut dia, mencapai 47 buah sementara siswa penerima BOS sebanyak 5.983 siswa. Semen tara SMP negeri jumlahnya 50 buah dengan jumlah siswa penerima BOS 38.117siswa.

Kondisi tersebut, kata Sugiarto, menyebabkan SMP swasta melalui komite sekolah masih kerap menarik pungutan. ‘’Tapi dengan murid yang sedikit dan pungutan besar, biasanya seleksi alam, sekolah itu tak akan diminati dan terancam bangkrut,’‘ jelasnya.

Di sisi lain, kata Sugiarto, rekapitulasi data penerima dana BOS di Kabupaten Kediri pada Januari hingga Maret 2009 mencapai total 777 lembaga (663 buah SD dan 114 buah SMP). ‘’Dan jumlah total penerima BOS 170.523 siswa dengan total dana BOS mencapai Rp 18, 879 miliar,’‘ cetusnya.

Sugiarto mengungkapkan, sela ma ini permasalahan yang terjadi di lapangan adalah penggunaan dana BOS terbatas hanya yang tertera secara eksplisit dalam buku pedoman BOS. Padahal, lanjut dia, kegiatan di luar bu ku pedoman yang menunjang ke giatan peningkatan mutu pendidikan masih banyak. Misalnya, honor wakil kepala sekolah, wali kelas, urusan lain-lain yang meru pakan tugas tambahan guru.

Tak hanya di Kediri. Di Malang, komite sekolah SD dan SMP selama ini juga kerap menarik pungutan. Menurut M Fahaza, aktivis Malang Budgeting Watch, ketika PP No 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan belum keluar, sekolah bisa bebas menarik dana dari masya ra kat.

‘’Apapun alasannya, sekolah bisa dengan leluasa menarik dana masyarakat,’‘ ungkapnya. Kondisi berbeda seratus delapan puluh derajat, saat PP No 48/2008 keluar. Sekolah, utamanya penyelenggara pendidikan dasar dilarang menarik dari masyarakat secara sembarangan. Kalau toh ada pungutan, sifatnya tidak mengikat dan harus melalui audit keuangan. ‘’Inilah yang menyebabkan keuangan sekolah saat ini guncang,’‘ ujar Fahaza.

Menurut Fahaza, kalangan komite sekolah saat ini sedang kebingungan. Untuk langsung memungut dari masyarakat, tentu sulit. Jika sekolah nekat, diyakini bakal muncul dampak yang sangat beragam. Apalagi bila orang tua siswa memberi komentar beragam kepada khalayak ketika ditarik sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) dan sumbangan bantuan pe ngembangan pendidikan (SBPP) oleh sekolah. ‘’Inilah faktor terbesar yang membuat mereka mengaku kekurangan biaya operasional,’‘ jelasnya.

Dalam pertemuan komite sekolah Kota Malang di Aula SMKN 2 Kota Malang Februari 2009 lalu, komite mengaku ada kekurangan dana operasional. Namun, mereka tak berani menarik dari orang tua siswa. Mereka akhirnya meminta solusi dari Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM) maupun Depdiknas.

Prediksinya, kata Fahaza, untuk operasional, sebenarnya dana BOS cukup. Kalau toh tidak cukup, angkanya tidak banyak. Kekurangan bisa ditutup dari bantuan pemerintah mau pun dari sumbangan masyara kat. ‘’Kalau operasional saja, enteng bagi sekolah. Tetapi ka lau ternyata misalnya untuk bayar utang sekolah, puluhan bahkan ratusan juta, ini yang jadi beban berat,’‘ jelasnya.

Namun di sisi lain, Gubernur Gorontalo Fadel Mohammad mengatakan, dana BOS tidak da pat untuk menggratiskan semua komponen biaya operasional pendidikan. Oleh karena itu, perlu ada tambahan dana dari pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk menutupi kekurangan dana BOS tersebut.

‘’BOS memang tidak bisa untuk menggratiskan semua komponen biaya operasional pendidikan. Perlu ada tambahan dana dari pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk menutupi kekurangan dana tersebut,’‘ ujar Fasel di sela-sela wisuda Universitas Terbuka, di Tangerang, beberapa waktu lalu.

Menurut Fadel, dana BOS dari pe merintah pusat ha nya bisa menutupi 15 persen kom ponen pendidikan. Karena itu, pemerintah daerah masih harus menutupi kekurangan da na tersebut. Fadel juga menam bahkan, sebaiknya pemerintah daerah diberi kepercayaan untuk me ngelola dana BOS. ‘’Pusat tinggal buat target saja,’‘ ujar Fadel.

Ia menambahkan, ada tiga persoalan yang dihadapi ma syarakat yang tinggal di kawasan Indonesia Timur. Persoalan tersebut adalah guru-guru SD di sana masih banyak belum berkualifikasi S1, masih banyak PNS yang belum berkualitas dan masih banyak masyarakat yang ingin bekerja di sektor swasta tetapi tidak memenuhi syarat karena tidak tamat SMA.

Sementara itu, Koordinator Education Forum, Suparman menyatakan, meskipun sejumlah sekolah merasakan bahwa dana BOS dapat membantu meringankan biaya pendidikan yang ditang gung masyarakat, tetapi tetap saja belum mampu menanggulangi beban biaya pendidikan secara menyeluruh. ‘’Masih banyak sekolah dan peserta didik masih harus menang gung biaya pungutan lain misalnya pembelian buku pelajaran yang tidak tersedia di sekolah,’‘ ungkapnya.

Dalam konteks pengelolaan dana sekolah, kata Suparman, menghindari korupsi perlu dilakukan dengan berbagai aktivitas yang berujung pada perubahan watak dan sikap pendidik di tingkat satuan pendidikan sekolah. Dengan demikian, ada ruang komunitas sekolah melahirkan sikap tegas menolak korupsi melalui program yang mengandung unsur pendidikan karakter, watak, maupun nilai.

Tindakan konkretnya, kata Su parman, kepala sekolah sebagai garda depan birokrasi pendidikan bersedia mengajak orangtua siswa menyusun kebijakan sekolah, khususnya anggar an penerimaan dan belanja sekolah. Melalui langkah ini, lan jut Suparman, seluruh sumber penerimaan dan alokasi belanja sekolah terlihat jelas. ‘’Sekolah harus membuang jauh bah wa ia adalah penguasa pungutan,’‘ tegasnya.
sumber : Republika Online

TUNJANGAN GURU DAN DOSEN TIDAK AKAN DITUNDA

JAKARTA-- Pemerintah menegaskan tidak akan menunda atau menghentikan pemberian tunjangan profesi guru dan dosen dan akan mempercepat penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai tunjangan profesi ini.

"Seluruh tunjangan untuk dosen, guru PNS dan non PNS baik di bawah Diknas maupun Depag tetap akan berjalan dan tidak ada penundaan. Tidak ada keterlambatan terhadap PP maupun Perpres tersebut," kata Mensesneg Hatta Rajasa usai mengantar keberangkatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bandara Halim Perdana Kesuma Jakarta, Senin (30/3).
Menurut Hatta, PP tentang guru telah selesai dan sudah ditandatangani Presiden beberapa bulan yang lalu, sehingga yang tersisa adalah PP untuk dosen yang akan selesai sesuai dengan jadwal sebelum Juni 2009.

"Demikian juga dengan perpres yang mengatur tentang pelaksanaan tunjangan profesi tersebut juga akan selesai tepat pada waktunya sehingga dengan demikian tidak akan terjadi. Pemerintah menjamin tidak akan terjadi penundaan tunjangan tersebut. Dari sisi PP dan perpres kita jamin akan selesai sebelum Juni," katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Menteri Keuangan Nomor S-145/MK05/ 2009 tertanggal 12 Maret 2009 soal pembayaran tunjangan profesi guru dan dosen PNS/nonPNS pada Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama, yang menyebutkan bahwa jika sampai akhir Juni 2009 PP dan perpres mengenai tunjangan profesi belum ditetapkan, pembayaran tunjangan profesi untuk sementara dihentikan.

Surat itu juga menyebutkan, apabila sampai akhir tahun 2009 PP dan perpres mengenai tunjangan profesi guru dan dosen belum juga ditetapkan, tunjangan profesi yang telanjur dibayarkan akan dipotong secara bertahap dari gaji guru yang bersangkutan sesuai ketentuan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Pengaturan Gaji PNS, pemberian tunjangan PNS tertentu (seperti tunjangan profesi guru dan dosen) diatur dengan perpres.

Mendiknas Bambang Sudibyo di tempat yang sama mengatakan surat menkeu itu semangatnya adalah mempercepat proses penyelesaian PP tentang dosen, Perpres tentang tunjangan profesi bahkan juga prespres tentang tunjangan kehormatan guru besar.

"Semuanya ini sekarang tengah berjalan dan sebelum Juni, tiga instrumen hukum itu sudah bisa diselesaikan. Karena sebetulnya semuanya berjalan sesuai rencana, tidak ada masalah. Sementara untuk tunjangan profesi guru, selama ini sudah mengucur atas dasar Permendiknas dan tidak dipermasalahkan oleh Depkeu," katanya.

Sedangkan Menteri Agama Maftuh Basyuni mengatakan pihaknya sudah mengeluarkan surat edaran ke seluruh kanwil untuk sesegera mungkin melaksanakan pembayaran tunjangan profesi itu. Menag mengakui pembayaran tunjangan itu memang terlambat karena harus melalui proses yang agak panjang antara lain berkoordinasi dengan pihak depdiknas.

"Jadi tidak perlu dikhawatirkan lagi apa yang sekarang berkembang di pers itu. Sekali lagi bahwa itu tidak akan terjadi, kami sudah mengedarkan surat kepada kepala kantor wilayah dalam minggu-minggu ini dapat dilaksanakan," katanya. (Ant/OL-06)



Sumber :www.mediaindonesia.com

Banggalah Jadi Seorang Guru


Umar Bakri, begitu dulu sosok guru digambarkan, sosok yang mengalami kepahitan hidup karena bekerja sebagai guru. Pengabdian dan kerja keras tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan. Demikian kondisi ini berlangsung berpuluh tahun lamanya. Bahkan hingga kini pun masih masih banyak guru yang secara materi maupun non materi belum mendapat sesuatu yang berharga sebagai balasan jasanya mengabdi dan bekerja sebagai guru.

Bagi sebagian orang guru bahkan terjangkiti suatu beban kejiwaan sebagai seseorang yang under estimated. Bahkan tidak sedikit malu bila menyebut diri sebagi guru. Tidak jarang masyarakat memanggil seorang guru dengan memanggilnya dengan kata “guru”, “pak guru”, “bu guru” dan sebagainya panggilan sejenis dengan nada yang kurang nyaman di telinga. Menjadi seorang guru terasa kurang nyaman.
Namun kini seiring perubahan zaman yang semakin maju diberbagai aspek kehidupan. Terlebih berkembangknya ilmu pengetahuan dan teknologi. Wawasan dan pola pikir berubah maju selangkah lebih baik. Terlebih ketika kemajuan berfikir ini telah di miliki para elit dan para pengambil kebijakan. Salah satu dampak yang sangat positif lahirnya berbagai paying hukum yang melindungi dan meningkat harkat dan martabat guru. Kini senyum lebar terkembang kebanggaan menjadi guru memenuhi ruang dada para guru kita.

Profesionalisme Guru Profesional

Profesionalisme guru kini menjadi isu sentral dunia pendidikan kita. Pembicaraan mengenai problematika guru sering sampai pada kesimpulan bahwa sampai hari ini sepertinya guru "belum percaya diri" menyebut profesi mereka sebagai sebuah profesi yang sejajar dengan profesi lainnya, seperti dokter, pengacara, hakim, atau psikolog. Dengan kata lain, guru seperti "tak bisa" menyebut diri mereka sebagai seorang profesional yang sejajar dengan para profesional di bidang yang lain.

Memang benar pekerjaan yang disebut profesi idealnya memiliki kedudukan lebih baik dibanding dengan pekerjaan lain yang tidak dianggap sebagai profesi. Kedudukan lebih itu bisa berupa materiil maupun sprirituil. Disamping itu, untuk menjadi profesional harus memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu. Seorang profesional menunjukkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap lebih dibanding pekerja lainnya. Maka untuk menjadi profesional, seseorang harus memenuhi kualifikasi minimun, sertifikasi, serta memiliki etika profesi (Nurkholis, 2004).

Bila kta membnding profesi guru dengan profesi lainnya, seperti dokter, pengacara, dan akuntan, maka kita akan melihat betapa besarnya perbedaan profesi guru dengan profesi lainnya itu. Lazim diketahui bahwa untuk menjadi seorang dokter, pengacara, dan akuntan, misalnya, membutuhkan proses yang panjang dan waktu yang lama. Mereka harus mengikuti berbagai jenis jenjang pendidikan formal, praktek lapangan, atau magang dalam waktu tertentu di bidangnya masing-masing. Bahkan, di negara-negara maju, seperti Jerman dan Amerika, konon untuk mendapatkan status guru seseorang harus magang di lembaga pendidikan minimal dua tahun. Hal sebagai upaya penjamin mutu dari profesi yang dijalankan.

Lalu, bagaimanakan proses pencekat profesi guru di negeri ini ? Di negara kita, setelah lulus dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan bekerja di lembaga pendidikan, maka seseorang langsung disebut guru. Bahkan, banyak pula lulusan non-LPTK, namun bekerja di lembaga pendidikan, juga disebut guru. Untuk disebut sebagai guru sangatlah mudah, sehingga profesi ini sering dijadikan pelarian oleh banyak sarjana kita setelah gagal memeperoleh pekerjaan lain yang mereka anggap "lebih baik".

Selanjutnya, untuk mendapatkan izin kerja, pada ketiga profesi yang disebut di atas, harus memiliki izin praktik dari lembaga terkait atau sertifikat dari lembaga profesi. Izin atau sertifikat itu diperoleh melalui serangkaian tes kompetensi yang terkait dengan profesi maupun sikap dan perilaku. Organisasi profesi memiliki kontrol yang ketat terhadap anggotanya, bahkan berani memberikan sanksi jika terjadi penyalahgunaan izin. Tetapi di negeri ini, izin kerja sebagai guru, berupa akta mengajar, diperoleh secara otomatis begitu seseorang lulus dari LPTK.

Bila kita adakan perbandingan kesejahteraan yang diperoleh dari menjalani profesi yang ada, maka perbedaannya akan semakin kentara. Tiga profesi yang dijadikan model perbandingan di atas memiliki standar gaji dan renomerasi yang jelas. Sebagai seorang profesional, mereka mampu menghargai diri sendiri, mereka juga mampu menjaga etika profesi dengan baik. Namun banyak guru di pelosok negeri ini yang bergaji Rp. 200.000 per bulan. Banyak guru yang gajinya di bawah buruh pabrik. Gaji guru tidak mengikuti standar UMK, karena kebanyakan dibayar berdasarkan jumlah jam mengajar, dan kebanyakan guru tidak memiliki serikat pekerja, sehingga tidak bisa menuntut hak-haknya. Akhirnya, untuk mencukupi kebutuhan hidup harus membanting tulang di luar profesi keguruan, seperti mengojek atau berjualan. Padahal mereka dituntut untuk mencerdaskan anak bangsa, sebuah tuntutan yang amat berat. Jika kualitas pendidikan di negeri ini rendah, pantaskah kita menyalahkan, gurunya tidak profesional?

Dalam catatan Baskoro Pudjinugroho pada Kompas diungkap kembali berita dari dunia pendidikan yang begitu menggetarkan: pertama, hampir separuh dari lebih kurang 2,6 juta guru di Indonesia tidak layak mengajar. Kualifikasi dan kompetensinya tidak mencukupi untuk mengajar di sekolah. Yang tidak layak mengajar atau menjadi guru berjumlah 912.505, terdiri dari 605.217 guru SD, 167.643 guru SMP, 75.684 guru SMA, dan 63.961 guru SMK.

Hal menarik, yang juga dikemukakan oleh Prof Nanang Fatah, yaitu bahwa pada uji kompetensi Matematika, dari 40 pertanyaan rata-rata hanya dua pertanyaan yang diisi dengan benar dan pada Bahasa Inggris hanya satu yang diisi dengan benar oleh guru yang berlatar belakang pendidikan Bahasa Inggris.

Kedua, tercatat 15 persen guru mengajar tidak sesuai dengan keahlian yang dipunyainya atau bidangnya (Kompas, 9/12/05). Berapa banyak peserta didik yang mengenyam pendidikan dari guru-guru tersebut? Berapa banyak yang dirugikan? Memprihatinkan. Mengenaskan. Bencana untuk dunia pendidikan. Mungkinkah guru menjadi profesional?

Saatnya Membngkitkan Profesionlisme dari Berbagai Sisi

Tumpukan permasalahan guru memang kadang membuat dada kita sesak, sampai kemudian pemerintah bersama DPR mengesahkan UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen tanggal 30 Desember 2005, harapan barupun kemudian muncul. Banyak pihak berharap bahwa Undang Undang ini bisa menjadi tonggak bersejarah untuk bangkitnya profesi ini menjadi profesi mulia yang betul-betul setara dengan profesi lainnya. Sebuah profesi yang tak hanya dihargai dengan ungkapan "pahlawan tanpa tanda jasa", tapi sebuah profesi yang betul-betul diakui sejajar dengan profesi lainnya.

Undang-Undang Guru dan Dosen lahir melengkapi dan menguatkan semangat perbaikan mutu pendidikan nasional yang sebelumnya juga sudah tertuang dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kita berharap, kedua undang-undang ini mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi lahirnya para guru yang betul-betul profesional dalam makna yang sesungguhnya. Lebih jauh kita berharap, kedua undang-undang ini akan membuka jalan terang bagi segenap anak bangsa ini untuk secara perlahan tapi pasti keluar dari berbagai krisis yang melilit bangsa ini melalui perbaikan mutu pendidikan nasional dengan membentuk guru yang profesional sebagai entry point.

Sebagai implementasi dari undang-undang yang baru ini, pemerintah telah merencanakan akan melakukan program sertifikasi guru dalam waktu dekat. Seperti yang dikatakan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas Fasli Jalal bahwa pemerintah sedang menyiapkan peraturan pemerintah (PP) untuk sertifikasi para guru, dan diharapakan dalam enam bulan telah keluar PP dan telah ditunjuk LPTK penyelenggara sertifikasi. Setelah itu, dilangsungkan pendidikan profesi serta uji sertifikasi bagi para guru yang sudah sarjana (Kompas, 27/02/2006)

Sekalipun masih ada perdebatan tentang siapa yang paling berhak menyelenggarakan program sertifikasi dan yang melakukan uji komptensi guru, namun terlepas dari siapa yang meyelenggarakan, program sertifikasi dan uji kompetensi jelas akan berdampak positif bagi proses terbentuknya guru yang profesional di masa datang. Selain karena dengan program sertifikasi dan uji kompetensi akan ada proses terukur bagi seseorang layak disebut sebagai guru, juga karena program ini bisa menjawab permasalahan klasik guru menyangkut kesejahteraan karena pasal 16 ayat (1) dan (2) UU 14/2005 menyebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik akan memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok dan diberikan oleh pemerintah kepada guru sekolah negeri maupun swasta.

Apalagi kalau pemeritah berkomitmen menjalankan amanat undang undang yang menegaskan bahwa pemerintah harus mengalokasikan 20 persen anggaran negara ke sektor pendidikan, dampaknya akan diyakini begitu luar biasa kepada kualitas dunia pendidikan kita secara umum, dan terbentuknya guru yang profesional secara khusus. Serta kebanggaan menyandang profesi guru yang akan melahirkan suasana kerja yang beretos tinggi merasakan kesetaraan dengan profesi lainnya. Sebuah kebangga yang ditunggu oleh semua pihak.
(dari berbadai sumber)
======= Guru adalah Jabatan Profesional, Mengemban dan Melaksanakannya adalah Pengabdian kepada Allah SWT, Bangsa dan Negara, serta Generasi Penerus Bangsa======