Schoolnet Berhenti, Internet Sekolah Macet


Beberapa hari ini para pengguna internet di sekolah dibuat kelabakan. Hal ini meninmpa mereka sekolah penerima program Schoolnet Jardiknas Zona Sekolah. Demikian juga yang kami rasakan. Padahal pembelajaran TIK untuk kelas IX, semua kompetensi yang harus dikuasai siswa adalah materi internet dan jaringan.

Bahkan karena tidak ada pemberitahuan langsung dari pihak terkait, beberapa sekolah memperbaiki sistem jaringan dan perangkat keras jaringannya. Usut punya usut kami mencoba konfirmasi ke kantor Telkom setempat. Akhirnya barulah kami tahu kalau layanan internet ke sekolah-sekolah tersebut memang dinonaktifkan.

Setelah kami mendapatkan penjelasan dari pihak Telkom dan setelah kita browse informasinya di internet, barulah kami dapat kepastian kalau pemutusan tersebut disebabkan belum adanya MOU baru untuk kontrak bandwidth dengan pihak Telkom. Hal ini setelah berakhirnya kontrak tahun 2010. Sebenarnya sudah ada pemberitahuan tertulis dari pikhak Pustekkom Kemdiknas selaku penanggung jawab program Schoolnet. Namun karena belum sampainya surat pemberitahuan ke pihak sekolah, membuat pihak sekolah kebingungan.

Tentu kondisi ini memprihatinkan bagi sekolah, hal ini mengingat biaya langganan internet dengan bandwith yang memadai hanya bisa dilakukan oleh pihak Telkom. Tentu ini perkara mudah sebenarnya bagi sekolah yang memiliki keuangan memadai. Karenan hanya tinggal mengaktivasi Speedy, beres lah sudah. Namun hal ini memang tak semudah membalik telapak tangan bagi sekolah yang memiliki kendala keuangan. Langganan internet yang memadai untuk mendukung pembelajaran TIK dan juga mapel lain membutuhkan paling tidak kecepatan minimal hingga 1 Mbps yang tentunya kalau kita lirik melalui tarif Speedy nilainya cukup besar tiap bulannya.

Memang ada jalan lain dengan menggunakan modem wireless CDMA yang tarifnya dikenal murah, namun ini bisa terkendala pada besarnya bandwidth dan sinyal operator yang kurang stabil. Bahkan untuk daerah pinggiran sering ditemukan rendahnya sinyal dari operator CDMA tersebut.

Demikianlah kiranya patut bagi pihak terkait untuk memberikan layanan internet dengan biaya murah sehingga bias terjangakau sekolah. Semoga.

Mengenal Pendidikan Inklusi


Salah satu amanat yang diembankan oleh UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah terlayaninya seluruh waraga negara dengan laayanan pendidikan yang bermutu. Sehingga siapan warga negara segala potensi yang dimilki harus terakomodir sehingga mampu mengembangkan dirinya.
Dalam kaitan ini, maka ketika seorang peserta didik memiliki kebutuhan akan layanan khusus baik yang memiliki kekurangan baik fisik maupun psikis atau pun yang memiliki kelebihan berupa kecerdasan maupun bakat istimewa harus mendapat layanan yang sesuai. Dalam layanan yang termaktub pada UU tersebut memang semestinya mereka mendapatkan layanan pendidikan khusus.
Namun dari berbagai landasan baik hukum maupun dasar pemikiran lainnya menunjukkan bahawa mereka mestinya memndapatkan layanan sebagaimana dalam layanan pendidikan reguler. Inilah yang kemudian melahirkan pendidikan inklusi.

Pengertian Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi adalah sebuah proses yang memusatkan perhatian pada dan merespon keanekaragaman kebutuhan semua peserta didik melalui partisipasi dalam belajar, budaya dan komunitas, dan mengurangi ekslusi dalam dan dari pendidikan (UNESCO, 2003). Pendidikan inklusi mengakomodasi semua peserta didik tanpa mempertimbangkan kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik mereka dan kondisi lainnya. Ini berarti mencakup anak yang cacat dan berbakat, anak jalanan dan yang bekerja, anak dari penduduk terpencil dan nomadik (berpindah-pindah), anak dari kelompok minoritas bahasa, etnis atau budaya, dan anak dari kelompok atau wilayah yang termarjinalisasikan lainnya. Sekolah reguler dengan orientasi inklusi merupakan sarana yang sangat efektif untuk memberantas diskriminasi, menciptakan masyarakat yang hangat relasinya, membangun masyarakat inklusif, dan mensukseskan pendidikan untuk semua (UNESCO, 1994; UNESCO, 2003). Pendidikan inklusi bertujuan memungkinkan guru dan peserta didik merasa nyaman dalam keragaman, dan memandang keragaman bukan sebagai masalah, namun sebagai tantangan dan pengayaan bagi lingkungan belajar (UNESCO, 2003).
Semua karakteristik pendidikan inklusi di atas berimplikasi pada perubahan dan modifikasi pada materi, pendekatan, struktur dan strategi, dengan suatu visi umum yang mengkover semua peserta didik dan suatu pengakuan atau kesadaran bahwa menjadi tanggung jawab sistem reguler untuk mendidik semua peserta didik (UNESCO, 2003).

Pentingnya Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi adalah hak asasi manusia, di samping merupakan pendidikan yang baik dan dapat menumbuhkan rasa sosial. Itulah ungkapan yang dipakai untuk menggambarkan pentingnya pendidikan inklusi. Ada beberapa argumen di balik pernyataan bahwa pendidikan inklusi merupakan hak asasi manusia: (1) semua anak memiliki hak untuk belajar bersama; (2) anak-anak seharusnya tidak dihargai dan didiskriminasikan dengan cara dikeluarkan atau disisihkan hanya karena kesulitan belajar dan ketidakmampuan mereka; (3) orang dewasa yang cacat, yang menggambarkan diri mereka sendiri sebagai pengawas sekolah khusus, menghendaki akhir dari segregrasi (pemisahan sosial) yang terjadi selama ini; (4) tidak ada alasan yang sah untuk memisahkan anak dari pendidikan mereka, anak-anak milik bersama dengan kelebihan dan kemanfaat untuk setiap orang, dan mereka tidak butuh dilindungi satu sama lain (CSIE, 2005).
Adapun alasan-alasan di balik pernyataan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang baik: (1) penelitian menunjukkan bahwa anak-anak akan bekerja lebih baik, baik secara akademik maupun sosial, dalam setting yang inklusif; (2) tidak ada pengajaran atau pengasuhan dalam sekolah yang terpisah/khusus yang tidak dapat terjadi dalam sekolah biasa; (3) dengan diberi komitmen dan dukungan, pendidikan inklusif merupakan suatu penggunaan sumber-sumber pendidikan yang lebih efektif. Dan argumen-argumen dibalik pernyataan bahwa pendidikan inklusi dapat membangun rasa sosial: (1) segregasi (pemisahan sosial) mendidik anak menjadi takut, bodoh, dan menumbuhkan prasangka; (2) semua anak membutuhkan suatu pendidikan yang akan membantu mereka mengembangkan relasi-relasi dan menyiapkan mereka untuk hidup dalam arus utama; dan (3) hanya inklusi yang berpotensi untuk mengurangi ketakutan dan membangun persahabatan, penghargaan dan pengertian (CSIE, 2005).

Pertimbangan Filosofis
Pertimbangan filosofis yang menjadi basis pendidikan inklusi paling tidak ada tiga. Pertama, cara memandang hambatan tidak lagi dari perspektif peserta didik, namun dari perspektif lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah harus memainkan peran sentral dalam transformasi hambatan-hambatan peserta didik. Kedua, perspektif holistik dalam memandang peserta didik. Dengan perspektif tersebut, peserta didik dipandang mampu dan kreatif secara potensial. Sekolah bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan di mana potensi-potensi tersebut berkembang. Ketiga, prinsip non-segregasi. Dengan prinsip ini, sekolah memberikan pemenuhan kebutuhan kepada semua peserta didik. Organisasi dan alokasi sumber harus cukup fleksibel dalam memberikan dukungan yang dibutuhkan kelas. Masalah yang dihadapi peserta didik harus didiskusikan terus menerus di antara staf sekolah, agar dipecahkan sedini mungkin untuk mencegah munculnya masalah-masalah lain (UNESCO, 2003).

Langkah-langkah menuju Inklusi Yang Nyata
Ada tiga langkah penting menuju inklusi yang nyata: komunitas, persamaan dan partisipasi. Semua staf yang terlibat dalam pendidikan merupakan suatu komunitas yang memiliki visi dan pemahaman yang sama tentang pendidikan inklusi, baik konsep dan pentingnya maupun dasar-dasar filosofis. Setiap anggota komunitas memiliki persamaan (hak yang sama), dan—karena itu—sama-sama berpartisipasi dalam mengembangkan pendidikan inklusi, sejak dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasinya. Dalam pendidikan inklusi, sistem sekolah tidak berhak menentukan tipe peserta didik, namun sebaliknya sistem sekolah yang harus menyesuaikan untuk memenuhi kebutuhan semua peserta didik. Terkait dengan ini, ada ungkapan bahwa komunitas (semua staf yang terlibat dalam pendidikan inklusi) ‘melampaui dan di atas’ (over and above) kurikulum (UNESCO, 2003).

Referensi :
UNESCO (1990), World Declaration on Education for All and Framework for Action to Meet Basic Learning Needs. International Consultative Forum on Education for All. Paris: UNESCO.
UNESCO (1994), The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education, World Conference on Special Needs Education: Access and Quality. Paris: UNESCO and the Ministry of Education, Spain. Versi pdf., http://portal.unesco.org/education/en/ev.php.
UNESCO (2003), Conseptual Paper: UNESCO Inclusive Education, a Challenge and a Vision. http://portal.unesco.org/education/en/ev.php.

======= Guru adalah Jabatan Profesional, Mengemban dan Melaksanakannya adalah Pengabdian kepada Allah SWT, Bangsa dan Negara, serta Generasi Penerus Bangsa======