MEMBANGUN KOMITMEN AWAL TAHUN PELAJARAN


Setiap tahun pelajaran baru sebuah sekolah harus memersiapkan berbagai perencanaan guna pencapaian target kegiatan sekolah dalam satu tahun yang akan dijalani. Dalam upaya pelaksanaan kurikulum di sekolah, sekolah harus mempersiapkan berbagai rumusan yang dibutuhkan dalam penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP. Beberapa data yang dibutuhkan salah satunya adalah target pencapaian kompetensi hasil belajar siswa.
Kompetensi dapat berupa penguasaan pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap perilaku positif yang dapat dipertanggung jawabkan dan menjadi teladan bagi yang lain. Agar seluruh unsur di sekolah khususnya siswa dan guru memiliki pola kerja dan perencanaan yang baik dalam pencapaiannya, perlu ditegaskan komitmen bersama untuk itu.

Komitmen bersama antara siswa dan guru dapat diwujudan dengan langkah awal penyampaian standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD)yang harus dicapai. Hal ini perlu penulis ingatkan karena langkah ini nampakya jarang dilakukan -guru khususnya-pada kegiatan awal pembelajaran di tahun pelajaran baru.
Dengan penyampaian SK dan KD di hadapan siswa maka pola maupun maupun mainset siswa terbentuk untuk melakukan berbagai persiapan seperti mencari sumber belajar, pegamatan lapangan, maupun menunjangnya dengan informasi pendukung yang akan memperkaya wawasan dan pengetahuan yang semestinya akan dicapai. Setiap langkah yang akan dijalani dalam proses pembelajaran sudah terantisipasi dengan baik. Ini tentunya akan meningkatkan suasana pembelajaran yang enjoyable baginya. Semakin ternikmati proses pembelajaran, akan semakin konsentrasi terjaga sehingga kompetensi yang dharapkan tercapai dari setiap proses pembelajaran yang dilakukan.

Penetapan KKM

Selain penyampaian SK dan KD, hal lain yang tak kalah pentignya adalah penyampaian KKM atau kriteria ketuntsan minimal dari setiap mata pelajaran. Dengan penyampaian KKM di awal setiap siswa akan mengetahui tingkat pencapaian kompetensi yang diharapkan. Hal ini akan memacu motivasi dalam belajar baik di kelas maupun dalam kegiatan belajar di rumah.
Adapun rambu-rambu dalam penyusunan KKM adalah :
1. KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran
2. KKM ditetapkan oleh forum MGMP sekolah
3. Nilai KKM dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat dengan rentang 0 – 100
4. Nilai ketuntasan belajar maksimal adalah 100
5. Sekolah dapat menetapkan KKM dibawah nilai ketuntasan belajar maksimal
6. Nilai KKM harus dicantumkan dalam LHBS
Demikian sebagian kecil komitmen yang harus dibangun agar tersusun program sekolah yang bermutu dan proses realisasi hingga pengendaliannya akan jelas sehingga kinerja sekolah pun terarah guna mencapai apa yang telah diharapkan bersama. Semoga.

KPU Declares SBY Winner in Presidential Elections


JAKARTA, KOMPAS.com-The General Election Commission (KPU) announced Saturday morning that the pair of incumbent President Susilo Bambang Yudhoyono and Boediono won the presidential elections by 60 percent, but losing candidates refused to acknowledge the results.

KPU chairman Abdul Hafiz Anshary announced that SBY-BOediono pair collected 60.8 percent of total valid votes, followed by the pair of Megawati Soekarnoputri and Prabowo Subianto got 26.8 percent and the pair of Jusuf Kalla and Wiranto with 12.4 percent.


Yudhoyono, Boediono and the pair of Jusuf Kalla nd Wiranto attended the official announcement, but Megawati and Prabowo deliberately skipped it.

Also on attendance were Prosperous Justice Party (PKS) president Tifatul Sembiring and United Development Party (PPP) chairman Suryadharma Ali. Both PKS and PPP are members of Yudhoyono's coalition of parties.

KPU member Abdul Aziz said that KPU officially invited all presidential and vice presidential candidates. But if one pair did not attend, it’s beyond KPU’s control.

Gayus Lumbun from Megawati's Indonesian Democratic Party of Struggle said that Megawati and Prabowo did not attend the announcement as a protest for what they claimed as rampant violations in the elections.

Kalla and Wiranto, although present at the announcement, did not sign the KPU document declaring Yudhoyono as the winner. Both Megawati and Kalla have said earlier that they would contest the election results to the Constitution Court.

Source : kompas.com

Mendiknas Tak Cuma Pimpin Departemen

SEMARANG - Berbagai pihak melontarkan harapan akan profil menteri pendidikan nasional (mendiknas). Setelah mantan menteri pendidikan dan kebudayaan Daoed Joesoef, kini giliran Ketua Umum PGRI Dr Sulistiyo MPd mengemukakan harapan.


Dia menyatakan siapa pun yang kelak menjabat menteri pendidikan semestinya tak sekadar berbekal kemampuan memimpin departemen. ”Akan tetapi harus memiliki ideologi pendidikan,” kata dia, kemarin.



Dia menyatakan prihatin atas hasil pendidikan yang sudah tercapai saat ini. Termasuk, yang berkait dengan beberapa kebijakan menteri, antara lain ujian nasional. ”Ujian nasional sangat kering dari nilai-nilai budaya,” ujar dia.


Konsep ujian nasional, kata dia, hanya terpaku pada pendidikan intelektual. Padahal, berdasar UUD 1945 dalam pendidikan bukan sekadar mengedepankan aspek intelektual.


Melainkan lebih pada pendidikan komprehensif. Itulah pendidikan yang mencakup kecerdasan dengan kandungan nilai-nilai sosial. ”Itu yang belum bisa digarap sampai sekarang,” kata dia.


Lebihi Menteri Karena itulah, seperti Daoed Joesoef, dia menyayangkan pemisahan kebudayaan dari lingkup departemen pendidikan. Pemisahan tersebut justru membuat nilai-nilai sosial makin hilang dan karakter bangsa meluntur. ”Jika begitu sulit mencapai kualitas pendidikan seperti diharapkan.”


PGRI, tutur dia, sudah mengajukan usulan ke para calon presiden berkait dengan profil menteri pendidikan. Selain memiliki ideologi pendidikan, menteri pendidikan harus memiliki kompetensi dan keahlian.


Selain itu, kebudayaan perlu dimasukkan dalam bidang pendidikan.
”Karena, bagaimanapun pendidikan makin kering ketika dipisahkan dari pendidikan,” ucap dia.


Dia juga mengkritik kinerja Badan Standar Nasional Pendidikan. Kinerja lembaga tersebut dalam beberapa hal termasuk berlebihan. ”Bahkan berkesan melebihi wewenang menteri pendidikan,” ujar Rektor IKIP PGRI Semarang itu.


sumber : suara merdeka

Sebaiknya Pembinaan Guru Agama di Madrasah dan Sekolah Dipisah


SEMARANG-Pelaksanaan sertifikasi guru jalur pendidikan untuk guru agama di madrasah sudah dilaksanakan dua kali, sedangkan guru agama di sekolah umum belum sama sekali. ”Ini menunjukan diskriminasi. Guru Agama di sekolah dianaktirikan oleh Depag karena lembaga tersebut lebih mengutamakan guru agama di madrasah,” ungkap Direktur Centre for Education Studies (CES) Jateng Hery Nugroho.



Menurut dia, alokasi peserta uji sertifikasi guru agama di sekolah melalui jalur portofolio juga sangat minim dibandingkan guru agama di madrasah. Kondisi tersebut menyebabkan guru agama di sekolah mengalami dilematis. ”Satu sisi, mereka bekerja di instansi dinas pendidikan, tapi pembinaannya di Depag.”
Dalam pelaksanaan sertifikasi guru, lanjut dia, memang ada MoU antara Depdiknas dengan Depag. Dalam MoU dinyatakan bahwa pelaksanaan sertifikasi guru agama ditangani oleh Depag. ”Depag sendiri membina guru di madrasah sudah repot. Apalagi ditambah dengan guru agama di sekolah. Ya jadi kerepotannya bertambah.”


Saat ini di Depag Pusat, guru agama di sekolah ditangani oleh direktorat khusus yakni Pendidikan Agama Islam di Sekolah (PAIS). Namun demikian hasilnya belum maksimal. ”Ini bisa dipahami karena keberadaan direktorat tersebut tergolong baru dan berada di pusat dengan wilayah jangkauannya yang luas. Semua kebijakannya pun tersentral,” papar Hery.
Konsekuensi Masalah tersebut merupakan konsekuensi dari Depag yang merupakan salah satu institusi yang tidak diotonomikan. Jadi, tidaklah mengherankan jika keluhan-keluhan guru agama di sekolah tidak cepat ditangani karena harus menunggu jawaban dari pusat.


Adapun di tingkat provinsi dan kabupaten, belum ada bagian khusus yang menangani guru agama di sekolah. Selama ini, di kanwil depag provinsi dan kabupaten, pembinaan guru agama di sekolah digabung dengan bagian madrasah. ”Itulah yang menyebabkan pembinaan untuk guru agama di sekolah kurang maksimal.”


Oleh karena itulah CES mendesak Depag Pusat agar dalam kebijakannya tidak menganaktirikan guru agama di sekolah umum. Ketika dilaksanakan sertifikasi guru agama di madrasah, maka hal yang sama juga harus diselenggarakan bagi guru di sekolah umum.


”Dan, persentase alokasi sertifikasi guru agama harus sama antara di sekolah dan madrasah.” Hery meminta Depag agar lebih maksimal dan serius dalam membina para guru agama. Apalagi secara legal formal, Depdiknas sudah menyerahkan tugas itu ke Depag. Untuk kanwil depag di daerah, CES mengusulkan di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota perlu ada bidang khusus yang menangani guru agama di sekolah.


sumber : suara merdeka

Keefektifan Sekolah Tak Ditentukan oleh Sebutan


SEMARANG-Salah satu cara alternatif yang dipandang bisa meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan membuka sekolah-sekolah unggulan. Ada beberapa model sekolah unggulan, yaitu sekolah bertaraf internasional (SBI), rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), sekolah standar nasional (SSN), dan rintisan sekolah standar nasional (RSSN).



SAda juga sekolah penyelenggara kelas akselerasi, kelas bilingual, kelas imersi, serta kelas cerdas istimewa dan bakat istimewa (CI-BI), sekolah dengan calon siswa memiliki skor akademik tinggi, dan sekolah dengan fasilitas serba mewah.



SDekan FMIPA Unnes Drs Kasmadi Imam Supardi MS yang akan menempuh ujian doktornya pada Prodi Manajemen Pendidikan Unnes memaparkan, masyarakat menaruh harapan besar terhadap berdirinya sekolah unggulan. Pasalnya, mereka menganggap kualitas pembelajarannya lebih baik dari sekolah lain.



S"Namun ternyata keefektifan sekolah tidak ditentukan oleh sebutan yang diberikan masyarakat dan pemerintah, tapi ditentukan oleh seberapa besar tujuan sekolah yang telah direncanakan dan dicapai."


SFaktor Penentu Pria kelahiran Pati 15 November 1951 itu menjelaskan, banyak faktor yang menetukan keefektifan sekolah dan prestasi akademik menjadi faktor yang sangat penting. Karena itu, dosen yang juga aktif berorganisasi tersebut menggunakan prestasi akademik sebagai parameter keefetifan sekolah dalam penelitiannya.



SDisertasinya yang berjudul "Kefektifan Sekolah Menengah Pertama Standar Nasional (SSN) Negeri di Kota Semarang dalam Masa Otonomi Daerah" akan diuji pada tanggal 9 Juli mendatang.



SAdapun faktor-faktor yang digunakan sebagai variabel eksogen ialah kesehatan sekolah, SDM, sarana-prasarana, dan peran serta masyarakat. "Tujuannya adalah agar dapat menentukan besaran (koefisien) pengaruh kesehatan sekolah, SDM, sarana-prasarana, dan peran serta masyarakat terhadap prestasi akademik."



SKasmadi merekomendasikan dua model untuk meningkatkan keefektifan sekolah. Pertama adalah melalui peningkatan pencapaian skor indikatornya yang memberikan sumbangan terbesar, yaitu pemimpin memadai, organisasi tepat, serta persentase lulusan. "Yang kedua adalah meningkatkan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap prestasi akademik, yaitu SDM."


sumber : suara merdeka

Sekolah Gratis Belum Siap


SEMARANG - Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sedang mengumpulkan data untuk model pendidikan gratis. Pengumpulan data di Jawa Tengah dilakukan sejak Senin (29/6) sampai 18 Juli. Diharapkan, data itu bisa menjadi bahan untuk menyusun model pelaksanaan sekolah gratis yang efektif sesuai dengan karakteristik provinsi dan kabupaten/kota.


Namun Sekretaris Komisi E DPRD Jawa Tengah Tonthowi Jauhari menilai kebijakan pengumpulan data untuk model sekolah gratis membuktikan pemerintah belum siap melaksanakan program itu. ”Sudah disosialisasikan, ternyata belum siap. Terbukti, data apa yang digratiskan baru dikumpulkan. Berarti belum siap,” kata dia, kemarin.



Dalam surat itu ada tujuh data/informasi yang dibutuhkan dari dinas pendidikan. Data itu mencangkup rencana strategis pendidikan, peraturan daerah atau surat keputusan kepala daerah tentang pendidikan gratis, perhitungan biaya satuan pendidikan bagi pendidikan dasar di daerah, peraturan daerah atau surat keputusan kepala daerah atau peraturan lain yang mengatur alokasi bantuan pendidikan siswa pendidikan dasar di setiap sekolah.

Selain itu, peraturan daerah atau surat keputusan kepala daerah atau peraturan lain tentang standar pelayanan minimal bidang pendidikan, peraturan daerah atau surat keputusan kepala daerah atau peraturan lain tentang struktur organisasi, serta tugas dan fungsi serta dinas lain yang berkait dengan penerimaan anggaran pendidikan gratis serta profil pendidikan daerah. Dia menyatakan sejak semula tak yakin program sekolah gratis bisa lancar. Sebab, program itu terbilang dadakan, tanpa persiapan pembahasan komponen apa saja yang bakal digratiskan.


Dia menyatakan sebelum Departemen Pendidikan Nasional mendeklarasikan program pendidikan gratis, harus jelas dulu penerapan program itu. Dia menilai program pendidikan gratis dari pemerintah pusat hanya komoditas kampanye sebelum pemilihan presiden. ”Program itu syarat nilai politis.” (H37,H7 -53)


======= Guru adalah Jabatan Profesional, Mengemban dan Melaksanakannya adalah Pengabdian kepada Allah SWT, Bangsa dan Negara, serta Generasi Penerus Bangsa======